Langsung ke konten utama

Mereka-reka, Bermimpi

 

Mereka-reka, itu yang seringkali kita lakukan untuk mencoba 'melihat' masa depan. Kita hubungkan tanda-tanda, asumsi-asumsi hingga terbentuklah sebuah gambaran, seperti apa hari esok. Bisa jadi benar, seringkali keliru. 
Terkadang berfikir, pekerjaan mereka-reka itu sia-sia. Melelahkan. Bukankah untuk merangkai cerita itu butuh tenaga, ia mengambil waktu, mencuri perhatian? Apa yang kita berikan untuk usaha 'mereka-reka' itu mungkin lebih baik digunakan untuk melakukan sesuatu. Ah perbuatan sia-sia itu..

itulah yang seringkali aku lakukan. Mereka-reka aku katakan 'bermimpi'. Bermimpi, yang meski tak terwujud pun setidaknya aku sudah memperoleh kebahagiaan (meski semu) atas apa yang aku impikan. Tak peduli apakah akan menjadi kenyataan atau tidak. Toh ketika ia menjadi nyata, anggap saja dalam mimpi itu aku menyelipkan sebait doa, dan Allah mengabulkannya. Ajaib. Tring. Begitulah..
Terkadang bagiku, dalam bermimpi, dalam proses mereka-reka itu aku temukan lagi harapan, aku temukan semangat yang aku butuhkan. Anggap saja aku tengah mencoba berfikir positif untuk hari esok.
Meski tak selamanya mereka-reka itu membayangkan hal-hal yang menyenangkan, bisa jadi ia adalah semacam ketakutan-ketakutan. Kekhawatiran menghadapi apa yang akan terjadi. 
Haa, tapi aku menepis jauh-jauh hal itu. Untukku, kalau bisa bermimpi indah, kenapa harus mereka yang tak indah?

Disetiap mimpi indah itu, aku selalu berharap, ia akan menjadi nyata..
Dalam reka-reka itu, aku susun rencana-rencana mewujudkannya..
Untuk 'melihat' masa depan itu, aku selipkan doa dan kutitipkan rasa bahagia..

Bogor, 20 Mei 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ayah, aku rindu

udah ku bilang, beberapa hari ini aku begitu rindu pada ayah... jadi mending aku cerita aja disini tentang ayahku... ayahku, ayah yang sederhana...tamat SMP pun gak...tapi bukan berarti ayahku bodoh...dibandingkan dengan teman-temannya, ayahku termasuk orang pintar, terutama dalam hal hitung-hitungan...lantas, kenapa ayahku gak lulus SMP? begini ceritanya kawan.. ayahku, adalah anak laki-laki yang dilahirkan dari keluarga 'keras'...ya, kakek dan nenekku orang yang tegas. dari kecil ayah dididik untuk mencari uang sendiri...dari kelas 3 SD, ayah sudah belajar membuat pukat dan memangkap ikan...uang sekolah, jajan dan makan, harus ditanggung sendiri...kadang kala, ayah juga harus membiayai saudara-saudara perempuannya yang masih sekolah..karena itulah, ayah jarang masuk sekolah, sering membolos...tapi nilai ayah gak jelek-jelek amat... sebagai anak danau, ayah sering melanggar peraturan sekolah...pake sandal kesekolah, gak pake seragam, gak pake tas, hanya punya s...

Menjadi Emak Zaman Now

Beberapa waktu lalu, aku membaca status seorang teman. Dalam tulisannya, beliau menanyakan "Mengapa rasanya, menjadi ibu di zaman ini repot sekali, padahal orang tua beliau (dengan anak banyak) tidak pernah terlihat seriwet itu". Beberapa orang kemudian mengomentari status tersebut, mengemukakan beberapa alasan dan pendapat yang menarikku pada sebuah kesimpulan, "...karena zamannya berbeda". Di masa sekarang ini, di mana aku dan banyak perempuan lain bertumbuh, teknologi semakin memperkokoh perannya. Kran informasi dibuka lebar. Arusnya menggoyahkan kesadaran orang-orang untuk lebih tau. Pengetahuan senyatanya menjadi milik bersama. Hal itu lah yang menuntut ibu-ibu di zaman ini harus aktif dan belajar lebih, termasuk para perempuan luar biasa di Grup Shalihah Motherhood. Dalam percakapan seminggu ini, ada tiga topik yang menarik hatiku. Pertama, ketika Mba @seztifa membagikan info mengenai Berbagi Lokasi Melalui Maps. Hal ini mempermudah istri mengetahui lokasi ...

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,...