Langsung ke konten utama

Postingan

Menjadi Emak Zaman Now

Beberapa waktu lalu, aku membaca status seorang teman. Dalam tulisannya, beliau menanyakan "Mengapa rasanya, menjadi ibu di zaman ini repot sekali, padahal orang tua beliau (dengan anak banyak) tidak pernah terlihat seriwet itu". Beberapa orang kemudian mengomentari status tersebut, mengemukakan beberapa alasan dan pendapat yang menarikku pada sebuah kesimpulan, "...karena zamannya berbeda". Di masa sekarang ini, di mana aku dan banyak perempuan lain bertumbuh, teknologi semakin memperkokoh perannya. Kran informasi dibuka lebar. Arusnya menggoyahkan kesadaran orang-orang untuk lebih tau. Pengetahuan senyatanya menjadi milik bersama. Hal itu lah yang menuntut ibu-ibu di zaman ini harus aktif dan belajar lebih, termasuk para perempuan luar biasa di Grup Shalihah Motherhood. Dalam percakapan seminggu ini, ada tiga topik yang menarik hatiku. Pertama, ketika Mba @seztifa membagikan info mengenai Berbagi Lokasi Melalui Maps. Hal ini mempermudah istri mengetahui lokasi
Postingan terbaru

Shalihah Motherhood: Beranjak dari Kelemahan

Pernahkah kamu merasa tercekat saat hendak berkenalan? Berusaha menelan ludah berkali-kali agar lancar semua percakapan yang bahkan belum dimulai? Itulah salah satu kelemahanku. Rasanya, bila diminta menjabarkan kelebihan dan kekurangan, akan lebih lancar bak air mengalir di musim hujan, lidahku mengurai daftar-daftrar kekurangan diri. Entah karena efek kekurangan itu sangat berkesan, sering diingatkan orang lain, atau hasil perenungan panjang. Tentang kesulitan berkenalan, tidak saja di dunia nyata, ternyata di dunia per-WhatsApp-an pun aku begitu. Beberapa kali, setiap tergabung di lingkungan baru, aku akan merasa kagok. Takut-takut hendak menyapa. Bingung memulai darimana. Khawatir salah emot ataupun kata-kata. Namun kali ini berbeda, Alhamdulillah. Beberapa hari yang lalu, aku resmi bergabung dalam sebuah grup, Shalihah Motherhood (SM) namanya. Sedikit aku ceritakan awal bergabung di grup ini berkat sebuah foto yang muncul di explore ig. Aku buka akunnya, aku kepo isinya, da

Benarkah?

Sudah lama sekali hujan tak turun di negeri kami. Apa yang biasa ia bawa lantas terlupakan. Kesejukan, ketenangan, bagaimanakah rasanya? Tapi sungguh pun, tiada yang kekeringan meski bibirnya, sekadar untuk berkomentar ini dan itu, mengatakan banyak hal yang menyakitkan. Benarkah hujan tiada lagi bertandang? Ataukah ia menjelma gerimis kecil hingga kita tiada sadar akan basah dan kuyupnya? 

Bolehkah?

Bila esok aku sudah tiada. Aku ingin dunia memaafkanku. Atas lemahku, atas kurangku, atas khilafku. Bolehkah masih ada satu saja manusia mengingat siapa aku. Merindukan kehadiranku. Agar aku selalu ada, dalam kefanaan cerita. Bila nanti kita tak lagi bertatap muka. Boleh kah, kau tetap tersenyum menyebut satu nama. Mengingat masa kita menyulam cerita. Mungkin bersamaku hanya ada air mata, mungkin denganku tiada arti apa-apa. Bolehkah kupinta ketulusanmu dalam doa? Setidaknya satu lirih yang menggumam rindu untukku. Mungkinkah kamu? #25 dalam cinta, dalam cerita

Menunggu

Sebermakna apa kata menunggu bagimu? Tidakkah semahal waktu, seberharga setengah hidup dalam detak dan detik? "Beri aku waktu", katamu. Lagi. Kamu ulangi berkali-kali, dalam lirih. Dalam ketidakberdayaan yang akupun tak mampu mencari tau. Sungguh kamu terlupa. Bukankah selama ini aku menunggu? Memberimu waktu? Menahan rindu. ..dan aku, mengangguk setuju atas pintamu. Lagi. Demikian, asalkan kamu tetap bertahan. Dalam hitungan yang panjang, aku percaya, sekalipun jalan akan bertemu dengan ujungnya. Sekalipun lelah, akan bertemu tempat istirahat. Sekalipun jauh, akan bersatu dalam taat. ..dan seberharga dunia yang aku punya, menunggumu, tak akan pernah sia-sia bukan? Sampaikan saja pada sepoi angin dan rinai hujan, dimana aku mengeja rasa dalam doa. Insyaallah kita bertemu disana.

Ber(harga) Sebuah Pertemuan

"Ummi, apakah sabar itu menunggu, atau berbuat sesuatu?" "Sabar itu ananda, adalah kata kerja. Ia adalah hasil setiap usaha. Maka lakukan dulu, lalu ikhlaskan. Itulah sabar." Hari ini, aku lakukan usaha atas sabarku. Aku lakukan hal-hal yang dulu masih sebatas bermuara di rencana. Dan sungguh Allah, pemegang setiap kuasa. Pada usaha pertama, aku terluka. Lantas kembali aku mencoba. Dengan harapan yang sama, dengan rasa yang sama, dengan doa yang tidak biasa. Maka nyatalah. Usahaku di perkenankan-Nya. Ini lah sabar. Ber(harga) sebuah pertemuan.

Alunan

Alunan musik ini.. Berkecipak di tanah Berdentang-dentang menyapa atap. Aku masih rindu Meski telah kudengarkan berkali-kali. Alunan gemericik Dan semilir angin yang mengisi udara Bersama ketenangan dan rasa yang sukar lupa Aku menginginkannya, mengaliri ujung jari hingga ke hati Aku lagi lagi terlena Alunan suara hentak dan rambat Lembut menyentuh gendang telinga Tertata dalam melodi sederhana Sekali cepat kadang melambat Mengutuhkan rindu Menjelma dalam temu *Padamu, satu wajah itu..