Langsung ke konten utama

Sepucuk Surat Malam Ini

Duluuuu, merasa senang yang meluap-luap mendapatkan kepercayaan itu..entah ikhlas atau terpaksa.
senyam -senyum sendiri memikirkan berbagai hal indah yang akan terjadi.
Mendapatkan Keluarga Baru... :)

selanjutnya, merasa agak bosan dengan dinamika yang ada..menuntut perubahan jadwal, kebiasaan dan perasaan..
biasanya nongkrong di Batang Pohon, sekarang harus sering-sering mengunjungi Rumah Peradaban Kami (RPK)..
yang dulunya hobi ngelamun di depan tipi, sekarang pulang aja malam banget..mana sempat?
juga ini, tentang hati., yang dulu mudah mengucurkan air mata, kini belajar lebih tegar, lebih kuat dan lebih dewasa.


tiba-tiba kangen dengan keluarga Edelweiss, udah serasa jauh, tidak terperhatikan dan kurang up date dengan keadaan teman-teman. lalu canggung untuk tertawa bersama.. hanya bisa nanya kabar atau nyapa di jalan.padahal, semua berawal dari kelas, amanah ini, juga berawal dari sini..
ada yang komen, 'ika jarang keliatan', 'ika sibuk banget ya?',  bahkan ada yang beranggapan,'ika menghindar yaaa?"...huaa, tidak teman-teman, sama sekali tidak..sungguh, menyenangkan bersama kalian, dengan segala problematika yang ada..

mungkin, hanya percabangan jalan ini mulai banyak dan kita telah memilih. memilih untuk tetap bermanfaat bagi orang lain.. :) semoga, semua di balas Surga sama Allah. SWT. 

adaptasi. adaptasi yang cepat. menjadi lebih sanguin, itu yang terjadi. kadang merasa keteteran, kadang menganggap diri tak berguna. tapi indahnya, ada kata-kata yang dari awal hingga kini selalu menyemangati, dari Salim A Fillah, yang ditulis si Bapak dalam surat pertamanya.. 

Ikhlas, kata yang tak mudah dan selalu menyisakan tanya
Dan Kita adalah manusia
Yang tak dapat tidak
Suka menuliskan kebajikan-kebajikan kita
Maka aku menuliskan kebajikan di atas air
Menjadi gelombang kecil, kecil saja
di permukaan, meriak dan (lalu) menghilang
lalu yang tampak hanya wajahku kehausan
Atau terkadang kutulis ia di atas pasir
Agar angin keikhlasan menerbangkannya jauh dari ingatan
Agar ia terhapus, menyebar bersama butir pasir ketulusan
pelan-pelan, tidak mudah. tapi indah. lalu mengalir berbagai cerita. berbagi pelukan. haru, semangat, dan cinta.
diam-diam, saling memahami. membuka hati untuk mengerti. bosan itu berganti rindu. rindu yang selalu terbayarkan tatkala bertemu...hahha, kadang seperti orang jatuh cinta saja.. tapi sungguh, kebersamaan dengan mereka itu menyenangkan. saat tawa mengudara, ketika si Bapak jadi korban 'penganiayaan'..dan kita kembali tertawa.
malam ini juga, dengan berbagai rasa yang dibawa saat tiba, memasuki ruangan. melangkah pelan, duduk melingkar, mengucap bismillah, dan menceritakan banyak hal. evaluasi diri, evaluasi kinerja tim, merencanakan hari esok, esoknya lagi, hingga semua rasa perlahan sama. 
dipenghujung pertemuan, surat-surat cinta itu bermunculan, dengan sebuah kado juga. deg-degan.. penasaran ingin membukanya. berharap segera sampai dikamar, menemui kejutan itu.
dan jeng..jeng..jeng...
aku menangis lagi.. ternyata, perhatian kecil itu mampu meluluhkan hati yang kaku. semua masalah yang selama ini memberati pundak, hingga tak mampu membuat air mata menetes, membawa kelegaan. malam ini, untuk cinta yang mereka selipkan. atas banyak tekanan. kekuatan yang menguatkan, berasal dari perhatian itu, kado itu, semangat itu yang terangkum indah dalam sepucuk surat kecil..
surah dari BPH Beraksi (BB)..
Ini surat dan kado nya..kado dari ika, nyusul ya...hehheh

isi kado dari okta n lusi...waaa lucuuu, kado dari  Pak Mirza adalah eskrim yang langsung kita makan..hahah

ini Bapak Ardy yang baru potong rambut...seneng tuuu, dapet kadooo.. : D piiisss, Bapak...

We Love You
-karena keceriaan ada di Faperta-....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u