Langsung ke konten utama

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman.

'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?'
semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas, karena kelas banyak yang gak ber-AC' dan bermacam versi pun bemunculan, intinya sih keluhan.

sekarang, bu Desta bertanya lagi,' tolong sebutkan lagi dong, kelebihan IPB'
sama, banyak juga pendapat yang muncul. 'IPB cukup terkenal bu', 'IPB banyak prestasinya bu', 'IPB biaya kuliahnya cukup murah', 'di IPB, Kita bisa kenal orang-orang dari aceh hingga papua','di IPB ada asrama untuk anak baru sehingga kita gak bingung waktu pertama masuk','di IPB, nuansa keagamaannya tinggi',' di IPB, harga kosan lumayan murah dibanding kota besar lain','di IPB bepergian gampang karna banyak angkot, didalam kampus ada bus dan sepeda','bla bla bla...

oups, apa-apaan ini? ternyata yang disebutkan lebih banyak baiknya. iya juga sih, sebenarnya kita terlalu mendramatisir masalah. ketika ada yang kurang nyaman dihati, kita berusaha mencari-cari lagi pembenaran terhadap ketidaknyamanan itu sehingga keluhan-keluhan pun bermunculan. sedangkan sisi positif nya, hanya kita apresiasi ala kadarnya.


' sekarang, lupakan kekurangan-kekurangan IPB, karena ternyata, keberadaan kalian disini bukanlah musibah, malah merupakan hal yang patut kalian syukuri. di IPB, mendapatkan nilai memang susah, tapi nilai yang kalian dapatkan merupakan nilai asli kemampuan kalian, bersih, perusahaan-perusahaan diluar sana, begitu menghargai nilai-nilai anak IPB, nilai A disini, beda kualitasnya dengan nilai A di tempat orang. Biaya hidup disini juga luamayan murah. jangan kalian bandingkan dengan biaya di desa. tapi berkacalah pada biaya hidup universitas lain yang berada di kota besar. jadi, tidak ada salahnya kalau kita berhenti mengeluh dan mulai bangga dengan kampu ini.'

heuuu, udah tingkat tiga juga, masih perlu di motivasi tentang kecintaan pada almamater. sebenarnya udah cinta dan bangga, bahkan semenjak menginjakkan kaki disini, hanya saja......

ah, udah ah, mending lanjutin kuliah. suasana yang semula gerah, ternyata masih gerah. tapi, semangat untuk melanjutkan kuliah malah meningkat. perlahan, aku putar kepala mengitari ruangan. pantas saja, ruangan berkapasitas sekitar 120an orang ini hanya didinginkan oleh dua buah kipas angin dinding. hmmm, IPB..IPB..

Atas semua kekurangan ini, kuucap syukur Ya Allah, untuk keberadaanku disini. di Institut Pesantren Bogor, Institut Pleksibel Banget, Institut Pembesaran Betis, Institut Perbankan Bogor, di IPB. Alhamdulillah.

Komentar

  1. Sebaiknya.....kita jangan mendramatisir masalah.... tetapi... mengecilkan masalah... lihat sisi positifnya dari hal" yg kita dapat....

    Sebaiknya... IPB tetap memberikan dasar pada ilmu" umum bagi semua jurusan.... namun harus ada spesifisitas jurusan yang lebih pasti... sehingga kita para sarjana dapat menjadi ahli muda di bidang kita....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u