Jam menunjukkan angka 1:28. Bukan siang, tapi larut malam.
Entah apa yang tengah aku pikirkan, begadang lagi?
Bukankah besok ada Lintas Desa, acara puncak MPD AGH?
Ah, masa bodoh. Sekali-sekali, bolehlah aku melanggar aturan.
Baru saja, becanda ria dengan si elek 'Wida Wardati Humairo'. Neng ku yang satu itu seolah sehati denganku. Becandaan kami nyambung, meski mungkin orang lain berpendapat kalau itu sungguh Garing Beud...Tak apa, yang penting, tengah malam begini, ada yang nemenin.
Kami hanya sedikit mengenang, tentang air mata yang harus mengalir sepanjang Juli - Agustus - September. Tentang ia yang meninggalkan kami 'berdua'. Melihat lagi catatan-catatan lama, meniup debunya lalu terkekeh membolak balik halaman. Ternyata ada banyak sekali peristiwa-periistiwa yang terjadi, sepanjang bulan temaram. Sepanjang cahaya yang sayup sampai menerangi jalan cerita perjalanan ini. Ia, kami rindu.
dan rindu itu, biarkan ia mencari tempatnya. Kasur terempuk yang pernah ada. Dimana kepenatan berlabuh dengan utuh. Inilah jalan itu.
Percabangannya bermula, tepat ketika hati kami terlalu erat terikat. Kedewasaan menuntut bukti. Dan hati ini, akankah siap berlari?
Ia, berlari meninggalkkan aku. Ia, berlari meninggalkan dia. Cepat tenggelam di belokan sana, di rimbunnya batang bambu.
Aku, dia, menangis. Tentu saja kehilangan. Tentu saja tak terima, toh tanpa alasan bukan?
Tangis itulah, yang kembali ingin kami urai, setiap kali mengenangnya. Merinduinya. Tentang tawa, keluguan dan ketidakpeduliannya..
bahkan disaat tak ada nama, tak ada angka, tak ada asa. Doa itu, luruh. Memohon dipertemukan kembali. tidak bisakah jalan bercabang itu memiliki ujung yang sama???
*Kamilatusyafiqoh
Entah apa yang tengah aku pikirkan, begadang lagi?
Bukankah besok ada Lintas Desa, acara puncak MPD AGH?
Ah, masa bodoh. Sekali-sekali, bolehlah aku melanggar aturan.
Baru saja, becanda ria dengan si elek 'Wida Wardati Humairo'. Neng ku yang satu itu seolah sehati denganku. Becandaan kami nyambung, meski mungkin orang lain berpendapat kalau itu sungguh Garing Beud...Tak apa, yang penting, tengah malam begini, ada yang nemenin.
Kami hanya sedikit mengenang, tentang air mata yang harus mengalir sepanjang Juli - Agustus - September. Tentang ia yang meninggalkan kami 'berdua'. Melihat lagi catatan-catatan lama, meniup debunya lalu terkekeh membolak balik halaman. Ternyata ada banyak sekali peristiwa-periistiwa yang terjadi, sepanjang bulan temaram. Sepanjang cahaya yang sayup sampai menerangi jalan cerita perjalanan ini. Ia, kami rindu.
dan rindu itu, biarkan ia mencari tempatnya. Kasur terempuk yang pernah ada. Dimana kepenatan berlabuh dengan utuh. Inilah jalan itu.
Percabangannya bermula, tepat ketika hati kami terlalu erat terikat. Kedewasaan menuntut bukti. Dan hati ini, akankah siap berlari?
Ia, berlari meninggalkkan aku. Ia, berlari meninggalkan dia. Cepat tenggelam di belokan sana, di rimbunnya batang bambu.
Aku, dia, menangis. Tentu saja kehilangan. Tentu saja tak terima, toh tanpa alasan bukan?
Tangis itulah, yang kembali ingin kami urai, setiap kali mengenangnya. Merinduinya. Tentang tawa, keluguan dan ketidakpeduliannya..
bahkan disaat tak ada nama, tak ada angka, tak ada asa. Doa itu, luruh. Memohon dipertemukan kembali. tidak bisakah jalan bercabang itu memiliki ujung yang sama???
*Kamilatusyafiqoh
Komentar
Posting Komentar