Langsung ke konten utama

ayah, aku rindu

udah ku bilang, beberapa hari ini aku begitu rindu pada ayah...
jadi mending aku cerita aja disini tentang ayahku...

ayahku, ayah yang sederhana...tamat SMP pun gak...tapi bukan berarti ayahku bodoh...dibandingkan dengan teman-temannya, ayahku termasuk orang pintar, terutama dalam hal hitung-hitungan...lantas, kenapa ayahku gak lulus SMP? begini ceritanya kawan..

ayahku, adalah anak laki-laki yang dilahirkan dari keluarga 'keras'...ya, kakek dan nenekku orang yang tegas. dari kecil ayah dididik untuk mencari uang sendiri...dari kelas 3 SD, ayah sudah belajar membuat pukat dan memangkap ikan...uang sekolah, jajan dan makan, harus ditanggung sendiri...kadang kala, ayah juga harus membiayai saudara-saudara perempuannya yang masih sekolah..karena itulah, ayah jarang masuk sekolah, sering membolos...tapi nilai ayah gak jelek-jelek amat...

sebagai anak danau, ayah sering melanggar peraturan sekolah...pake sandal kesekolah, gak pake seragam, gak pake tas, hanya punya satu buku tulis dan satu pensil...hanya itu...
menginjak SMP, keadaan ayah tak berubah...ayah tetap jadi tulang punggung keluarga, terutama dalam membiayai kuliah kakak-kakaknya...menurut ayah, ilmu tak harus dari bangku sekolah, tapi dari alam dan masyarakat...ayah banyak berguru pada ulama-ulama di kampungku...banyak menjelajah hutan dan dan desa-desa lain disekitar danau  maninjau..

waktu kecil, ayah juga pernah ikut orangtuanya transmigrasi, tapi akhirnya balik lagi lantaran susahnya hidup ditanah trans. 

begitulah ayah dengan masa kecilnya yang sederhana tapi kaya akan pengalaman...

beranjak dewasa, ayah menjadi pedagang ikan di tanah abang, hampir tiap bulan pulang pergi maninjau-jakarta..tapi sayang, itu tak bertahan lama lantaran ayah dijoodohkan dengan ibu dan diminta mengurus tanah nenek yang di kampung. ayah kembali menjadi nelayan..tapi kini, mulai ada peningkatan, ayah beternak ikan..menjadi salah satu pelopor keramba di danau maninjau...saat itu, kehidupan kami membaik, ayah berencana membangun rumah..terlebih setelah aku lahir dan mulai tumbuh jadi anak-anak..seolah ada kewajiban bagi ayah untuk membagun rumah yang akan diwariskan pada anaknya..
uang hasil panen dikumpulkan dan di tabunng, sedikit demi sedikit. ketika aku TK, pembangunan rumah dimulai, tapi sayang, tak berapa lama kemudian, terjadi krisis moneter yang membuat down para peternak ikan lantaran harga pelet yang sangat mahal...rumah yang semula direncanakan selesai, harus terbengkalai karena melonjaknya harga bahan bangunan.. mungkin, ini adalah saat tersulit dalam keluarga kami, apalagi ketika itu,aku sudah memiliki tiga adik..

walaupun seiring waktu keadaan ekonomi kami mulai membaik, tapi ayah tetap mengajarkan kesederhanaan pada kami, anak-anaknya. mulai dari uang jajan yang tidak besar, baju lebaran yang alakadarnya, kami juga gak pernah diajak ayah jalan-jalan...untuk menambah uang jajan, kami berinisiatif untuk mencari ikan kecil khas maninjau, atau disebut rinyuak, untuk di jual...sambil bermain, juga belajar mandiri...

ayahku itu, tipikal orang yang pemarah...biasanya, klo lagi marah, ayah akan diam selama seminggu... semua kebutuha beliau, dikerjakan sendiri, tanpa minta bantuan...tapi dengan sendirinya, ayah akan kembali baik...bernyanyi bersama kami ketika lampu mati...berdebat tentang negara dan agama di meja makan...atau memijit keplaku ketika sakit...

ayah jarang sekali memuji...klo mau dipuji, harus dipancing2 dulu...ntar ayah bakal muji tapi disertai dengan ledekan...tapi ayah paling gak tahan klo aku lagi cerita tentang ketawaan teman klo  aku itu pendek, jelek, item lagi...dengan sendirinya ayah akan bilang, bagi ayah, anak-anak ayah adalah anak-anak paling cantik dan ganteng, anak-anak paling pintar, anak-anak paling baik...

entah kenapa, diantara anak-anak ayah, aku lah yang paling jarang kena marah...ayah mendiamkanku paling klo aku belain adek2ku...ya, aku hampir tak pernah dimarahin ayah...mungkin karena aku yang paling pandai mengambil hati ayah, atau karena aku yang sering nangis tiap kali ayah marah, mungkin juga karna ucapanku dulu, "ayah, klo ika gede nanti, ika gak mau dimarahin suami, apapun alasannya..."

ayah, kemarin kita bertemu, disaat aku akan balik kesini, diantara derai air mataku, juga isak yang memecah sunyinya malam...kejadian itu, tak mungkin ku lupa...hingga hari ini, air mata itu tak akan kering tiap mengingatnya...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Menjadi Emak Zaman Now

Beberapa waktu lalu, aku membaca status seorang teman. Dalam tulisannya, beliau menanyakan "Mengapa rasanya, menjadi ibu di zaman ini repot sekali, padahal orang tua beliau (dengan anak banyak) tidak pernah terlihat seriwet itu". Beberapa orang kemudian mengomentari status tersebut, mengemukakan beberapa alasan dan pendapat yang menarikku pada sebuah kesimpulan, "...karena zamannya berbeda". Di masa sekarang ini, di mana aku dan banyak perempuan lain bertumbuh, teknologi semakin memperkokoh perannya. Kran informasi dibuka lebar. Arusnya menggoyahkan kesadaran orang-orang untuk lebih tau. Pengetahuan senyatanya menjadi milik bersama. Hal itu lah yang menuntut ibu-ibu di zaman ini harus aktif dan belajar lebih, termasuk para perempuan luar biasa di Grup Shalihah Motherhood. Dalam percakapan seminggu ini, ada tiga topik yang menarik hatiku. Pertama, ketika Mba @seztifa membagikan info mengenai Berbagi Lokasi Melalui Maps. Hal ini mempermudah istri mengetahui lokasi