Langsung ke konten utama

'Terlanjur' ada: Di posting saja..



Berhentilah Sejenak, lalu Renungkanlah..
Oleh: Atika Maysa
Hidup selalu menawarkan sisi gelap dan sisi terang. Ketika malam bertahta dengan angkuhnya, bermandikan bintang, ditemani anggunnya rembulan, mendekap ketakutan pada hati-hati yang tak terisi, seketika pagi datang menghempaskan kesombongan itu. Ia menawarkan hangat mentari, menciptakan pelangi setelah hujan. Di ujung langit sana, kita disuguhi hamparan biru putih gumul bergumul, membawa sejuta asa untuk kehidupan yang lebih hidup.
Pada perjalanan yang sangat panjang ini, kau saksikan berjuta warna tragedi yang terjadi. Cucuran airmata kebahagiaan, tawa hampa si Kaya, sedu sedan kehilangan, senyum sekejap lelaki tua di sudut pasar, semua bercampur, menjelma menjadi cerita, kau katakan itu lah ‘kehidupan’.
Setelah lelah berjalan, dalam pencarian tanpa kesan. Setelah letih menyesap asap kepahitan perjalanan, hendaklah engkau berhenti sejenak. Longgarkan sedikit dasi di lehermu. Duduklah dibawah rindang pohon, di hamparan padang di atas bukit. Tidakkah kau tergoda untuk menutup mata, membungkus keegoisanmu, menyimpannya sementara?
Bayangkan lah tentang kelahiran seorang bayi laki-laki. Ia tak tahu apa-apa. Ia begitu lugunya, tak mengerti bahwa ia hidup disarang binatang buas. Binatang-binatang yang nantinya akan mengajarinya kejahatan, kebiadaban, keegoisan, keserakahan. Ia tak bisa berkata ‘tidak!’. Ia hanya mengikuti alur cerita. Siapa binatang buas itu? KAU. Ya, kau. Tunjuk saja hidungmu di depan cermin, maka kau lihat binatang itu sempurna membayang.
Kau yang mengajarinya menjadi lelaki. Bagaimana kau mengajarinya? Ah, jangan pernah tanyakan itu padaku. Kau memperlakukannya sangat buruk. Jangankan mengajari shalat dan mengaji, mengajarinya mana yang benar dan salah pun kau tak mampu. Karena keegoisan sikapmu lah, sekarang ia hidup seperti ini. Berpindah dari satu pasar ke pasar yang lain. Memalak wanita tua di pojok sebuah rumah reot apa adanya. Ketika akhir pekan tiba, ia kencan dengan seorang wanita tak berdosa. Direnggutnya mahkota itu, diambilnya kehormatan yang terjaga bertahun—tahun lamanya. Siapa yang salah? Dia? Ya. Kau? Juga iya. Seandainya kau mengajarinya tentang kebaikan. Jika dulu kau contohkan padanya bagaimana seharusnya lelaki sejati bersikap, lelaki berbudi pekerti. Ah seandainya dulu, kau mengajarkan padanya arti tanggung jawab, pelajaran tentang beban yang harus dipikul demi bumi pertiwi. Ah, seandainya…
♥♥
Bayangkan lah kehadiran putri cantik dihidupmu. Ia yang memberi warna dalam kerasnya hari yang kau jalani. Mengajarkan padamu tentang hati, tentang rasa, tentang kuatnya airmata. Ia adalah symbol kelembutan sejati. Tingkah laku ayu, ketelatenan, kemandirian, keperkasaan seorang wanita. Ia yang Tuhan janjikan surga ditelapak kakinya, menjadi pendamping abadi, bidadari di surgamu nanti.
Tapi lihat lah, ia tumbuh dalam kehidupan yang keras. Dalam perlakuan tak terperi. Dimana hatimu, melihat ia dibuang di jalanan. Menyaksikan ia terpapar pandangan lelaki jalang? Kemana rasamu, mendapati ia mudah tergoda, mudah dirayu pemuda tak mengerti cinta? Kau biarkan ia buta, buta dalam kewajiban menutup tubuhnya. Kau biarkan ia lena, lena yang menjerumuskannya pada neraka. Ia adalah mahkotamu wahai bapak, wahai saudara laki-laki, wahai kalian yang merasa gagah dan perkasa. Dia adalah calon ibu dari generasi-generasi yang kau harapkan nanti memperbaiki negeri. Dia adalah kewajibanmu. Ia ada dalam tanggung jawabmu. Ia lahir kedunia, untuk meminta pembelaan. Tapi kini, ia lah yang terbuang, kehilangan kesucian, tak jarang ia juga yang membawa benih yang kalian tanam. Ia adalah putri-putri kecil di istana kehidupanmu.
Sadarlah..Bangunlah..
♥♥
Hidup dengan segala romantika ceritanya telah membawamu ke episode ini. Masa dimana kau harus berfikir ulang, memutar rekaman jejak perjalanan. Kau harus melihat kenyataan bahwa siang tak selamanya terang, ada awan kelam yang beriring dari hulu sungai kehidupan. Awan itu akan kembali menutupi jalan terang yang kau bentangkan. Bersegeralah. Lepaskan belenggu hatimu, buka rasa kemanusiaanmu. Selagi masih ada waktu. Sudah saatnya kau mendidik para bujangmu, kau menjaga bunga cantikmu. Jangan biarkan mereka layu, jangan biarkan mereka menjadi racun pergaulan. Laksanakan tanggung jawabmu, menciptakan pribadi-pribadi pemimpin negeri. Bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk esok, lusa, hingga detak bumi diam berhenti.
Untukmu ayah, untukmu calon ayah,
yang masih menghargai arti kehidupan ini.
Bogor, 9 April 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u