Langsung ke konten utama

Kakak KKN



Hai. Saat ini di Bogor jam menunjukkan pukul 2.00 malam.
Sudah larut bukan?
Entahlah, untuk beberapa waktu ini, jam biologis saya sedikit terganggu.

Ada satu hal yang cukup mengusik saya malam ini.
Ceritanya, Fitri sedang menginap dikosan, dan kita tadi membahas cerita KKP. Mengenang kembali kisah perjalanan KKP saya dua tahun lalu, agaknya tidak terlepas dari pembelajaran yang saya ambil dan saya contoh dari seorang kakak yang pernah KKN di kampung saya tahun 2009 silam. Kakak itu seorang ikhwan, berjenggot tipis, dengan celana mengatung. Saya dulu tidak mengerti dengan penampilannya. Hingga saya memasuki dunia kampus dan menjumpai ratusan ikhwan dengan penampilan yang sama. J Waktu KKN itu, si kakak aktif sekali mengajarkan pelajaran agama pada kami--anak anak kampung. Dan sepertinya saya satu-satunya murid SMA yang ikut bergabung. Haha (tidak ingat umur). Salah satu yang saya ingat dari kakak nya adalah jaket yang beliau kenakan, disana ada tulisan FAPERTA. Dan ALLAH MAHA BAIK, sekarang saya telah menjadi sarjana dari fakultas yang sama, meski dari universitas yang berbeda. Jangan-jangan, ketika memilih jurusan dulu, saya juga terinspirasi dari kakak nya (Ah, saya lupa..hee).
Waktu itu, saya sangat tertarik dengan dunia kemahasiswaan. Sangat penasaran bagaimana rasanya duduk dibangku kuliah, menjalani kehidupan yang sedikit lebih kompleks, dan penasaran bagaimana rasanya menjalani proses menuju dewasa. Dan saya begitu senang, punya kenalan mahasiswa. Waktu itu juga ada seorang kakak akhwat yang mengajari kami tentang Perang Pemikiran. Kami duduk dalam sebuah lingkaran. Dan kakaknya mengajarkan pentingnya berpakaian syar’i. Saya juga ingat, kakaknya meninggalkan sebuah buku yang saya tidak sempat membacanya dan lupa judulnya apa. J Hari ini, sepertinya saya tahu rasanya menjadi kakak itu karena saya juga duduk dalam lingkaran-lingkaran.
Selepas KKN, komunikasi saya dengan kakak akhwat itu terputus, namun untuk beberapa waktu komunikasi dengan si kakak ikhwan berjalan cukup baik. Kalau tidak salah hingga saya masuk IPB malah. Namun suatu hari, kakaknya memutus komunikasi dengan saya. Saya benar-benar tidak ingat apa yang terjadi. Apakah saya telah berbuat salah? Kalau iya, apa? Hingga hari ini saya tidak menemukan jawabannya.
Empat tahun berlalu dan hei saya disini, malam ini, membongkar-bongkar lagi percakapan FB, hingga menemukan chat dengan kakak ikhwan itu. Kalau boleh jujur, sebenarnya saya masih penasaran apa alasan kakak itu memutus komunikasi dengan saya (masih merasa, saya telah melakukan kesalahan). Tapi jika dipikir-pikir lagi, ada beberapa kemungkinan alasan atas pertanyaan saya itu, diluar saya punya salah atau tidak. Kemungkinan terbesarnya adalah karena si kakak tengah menjaga interaksinya. Iya dong, kan saya bukan mahromnya. Mungkin si kakak merasa tidak pantas dan berdosa jika terus berkomunikasi dengan saya. Alasan lain mungkin karena sifat saya yang tidak baik, waktu itu sangat ke kanak-kanak an mungkin, atau karena saat itu saya sangat alay mungkin. Hmm, tapi jika alasannya berasal dari kesalahan saya, dengan tulus saya ucapkan maaf. Maaf yang sangat, agar tidak menjadi beban. Dan semoga, segala prasangka bisa dihilangkan, sehingga silaturahmi terjalin kembali. J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u