Langsung ke konten utama

cerita KKP

Langkah pertama yang aku jejakkan di sebuah desa kecil nan asri ditepian danau Maninjau yang dikelilingi barisan bukit nan berjajar indah, harus bergeser setapak menuju Bogor. Kota hijau yang sederhana dan cukup sibuk diwaktu-waktu tertentu. Langkah itu sepertinya masih belum hendak berhenti, hingga hari ini ia kembali berpijak di tempat yang lain, Desa Depok, Tegal dengan keterus terangan masyarakatnya, juga pengajian yang setiap malam selalu menyapa.
KKP IPB 2013 yang selanjutnya bergantinama menjadi KKBM. 
Ada cerita yang kemudian hangat dikenang. Mulai dari pembagian kelompok yang tidak jelas dan berganti-ganti hingga hari keberangkatan yang riweuh. Menjelang keberangkatan, mahasiswa KKP sibuk belanja kebutuhan nanti di Desa, takut kalau desanya begitu terpencil dan jauh dari pasar. Semua barang-barang itu selanjutnya  di padat-padatkan masuk tas atau koper. Tidak sedikit yang akhirnya membawa 3-4 koper. Itu benar-benar membuat repot.
Untuk daerah Tegal, perjalanan ditempuh 8 jam. berangkat dari kampus jam 8 malam. aku diantar oleh kak may dan mba denok yang akan berangkat pagi. kami berkumpul di ATM Center. disana sebuah kejutan menungguku, ada titipan karangan bunga dari Bph BEM A. Sambil menunggu bis yang berangkat agak telat, kita bercengkrama, bercerita bersama teman-teman mengucapkan salam perpisahan. Di detik yang kesekian, datang Mirza dan Windy yang mengantar keberangkatanku.
Bis menampakkan diri pukul 10 malam. dan kami pun berangkat.
sampai di Kota Tegal pagi, disambut di kabupaten, berangkat ke kecamatan disambut sama pak camat Pangkah. selanjutnya berangkat ke Desa Depok dijemput pak Kades, Edi Purwanto S.T (info: masih bujang)
Bismillah...disini langkah akan ku jejakkan 2 bulan kedepan. HUH..
Menginap di rumah ibu Jannah lantai 2 dengan fasilitas dua kamar, tiga kasur, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 balkon, 1 tv dan 1 ruang shalat.
Dari rumah inilah kami siap BERAKSI!!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u