Langsung ke konten utama

aku dan adik perempuanku

adalah kami berbeda, dari dulu. meski dari ibu dan ayah yang sama. bahkan dari ketika aku bisa mengingat masa kecilku,kami berbeda. wajah , sifat , apalagi hobi kami. sedikit dari yang ku ingat, perbedaan itulah yang membuat aku dan dia selalu bertengkar. aku yang dihasut teman-teman selalu memusuhi adikku sendiri. tidak pernah mengajaknya main ataupun membelikannya makanan.waktu itu, meski rasa bersalah melingkupi hatiku, tapi bibir ini tak pernah tergerak untuk minta maaf.

waktu berlari meninggalkan kisah kelam masa kecil kami. dia, tetap saja seputih salju, meskipun bandelnya minta ampun. 180 derajat berbeda dengan ku. ia lihai sekali memanjat pohon, bahkan pohon kelapa. ia paling betah mandi lama-lama di danau atau mengembara di hutan sebelah kampung. sungguh, ia bukan aku. aku hanyalah seorang gadis kecil hitam, kurus (satu-satu nya hal yang sama dari kami), cendrung lebih kalem. sifat  ku dulu sungguh buruk. lebih mementingkan teman dari pada rengek nya. tak pernah membantunya belajar, karenaa aku sungguh kesal, setiap kali dia tak mengerti apa yang aku katakan. bukan saja pendapatku, lingkungan pun bicara begitu. ya, kami selalu dibanding-bandingkan.

ia SMP ketika itu, badannya mulai bergerak kesamping, tak sekurus yang dulu. ia tinggal di kosan yang sama dengan ku. berantem? ya, sekali-sekali, dan ia yang harus selalu mengalah. pulang sekolah, aku cukup duduk enak di depan tv, karena ada dia yang akan memasakkan nasi untukku. belajarku pun tak pernah terganggu karena di selalu ku usir dari kamar, setiap menjelang ujian. mungkin, tak ada kesempatan belajar baginya karena keegoisanku. hasilnya, dia dibanding-bandingkan lagi. nilai rafornya tak sebagus nilaiku.

akhirnya, kedewasaan itu mengampiriku. kedewasaan yang hampir setiap hari menyambangi rasa sesal di sudut hati ku yang paling dalam. perasaan bersalah pada dia yang selama ini ku sebut adik. sungguh, perasaan itu menghantui gerak langkahku, hingga bulir-bulir itu jatuh tak terbendung. ia sama sekali tak berubah. perhatiannya ketika ku sakit, pun ketika ku lupa memakai lotion anti nyamuk sebelum tidur. ia masih saja seperti yang dulu, menjadikan ku contoh dalam berpenampilan dan bersikap. aku sangat bahagia, ketika ia juga memutus kan untuk memakai jilbab lebar. ketika dia untuk pertama kali belajar menggunakan jilbab ganda, hasilnya sangat berantakan. tapi aku biarkan, hingga kini ia telah cukup lihai menggunakannya sendiri.

hari ini, sudah dua tahun aku pergi. ku akui, aku merindukannya. merindukan baju kembar kami yang dibelikan ibu setiap lebaran. merindukan masakannya yang enak. merindukan ia dengan jilbab lebarnya, satu-satunya contoh positif yang ku tinggalkan. kini, aku hanya mengetahui perkembangannya dari cerita ibu. ia telah berubah. demi mendapatkan beasiswa untuk kuliah, ia lebih giat belajar. nilai-nilainya tinggi, hingga ia pun jadi juara. dia, adikku yang kedua. adikku paling cantik sedunia.yang selama ini hidup dibawah tekanan kakaknya. hingga kini harus kembali berkorban, berjuang mendapatkan beasiswa, lantaran perekonomian yang tak memadai.
entah sampai kapan akan seperti ini, entah sampai kapan ia harus berkorban
maaf..
maaf..
maaf..
untuk dulu, kini dan nanti...
adikku sayang
ANDINI MUSTIKA SARI

 




Komentar

  1. huaaaa adiknya cantikkk....seenggaknya lebih gak serem dari kakaknya kalo lagi cemberut :P ;P ;P

    BalasHapus
  2. iiihhh,,, abil gila..sedikit gak waras..masak ika yang baik gini diibilang serem?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u