Langsung ke konten utama

Keluarga Berencana, Merencanakan Keluarga???

 


Waaaaahh, judulnyaaaa...
Hahahha

Abis terpancing nih sama bahasan Pak Dosen di matkul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam...Berawal dari materi tentang Ibn Hizm yang menyatakan kalau kemiskinan muncul karena besarnya konsumsi di bandingkan pendapatan akibat tingginya laju pertumbuhan (migrasi dan kelahiran) serta gap yang besar antara si kaya dan si miskin dimana si kaya bisa menguasai struktur administratif dsb.

Tanpa disangka-sangka, si Bapak bertanya, "Kalau ternyata, yang menyebabkan kemiskinan adalah begitu banyaknya kelahiran, apakah kalian setuju dengan program KB?"
Tak ada yang menjawab, semua yang hadir seolah tampak berfikir. Hening.

Bapaknya bertanya lagi, "Siapa yang setuju dengan program KB? Angkat tangan!" Malu-malu, aku angkat tangan, tapi tidak terlalu tinggi sehingga tidak kelihatan sama bapaknya. hehehehe

"Baiklah, klo emang gak ada yang setuju, coba deh angkat tangan yang benar-benar menyatakan gak setuju dengan program KB!!" kata si Bapak lagi.
Dua orang dari kursi barisan ketiga mengangkat tangan. laki-laki.

Dari arah belakang, berdiri seorang teman, " Bapak, saya setuju, karena anak bapak saya cuma dua.."katanya polos. hahahah, Semua yang diruangan tertawa mendengarnya.
Dari arah depan juga angkat suara, cewek. "Bapak, saya tidak setuju, kan rezeki udah ditentuin sama Allah.."
Bapaknnya manggut-manggut..entah setuju atau tidak.
 
Tapi jujur, sebenarnya aku setuju dengan KB. Kenapa?
1. Bicara soal rezeki, memang Allah telah menetapkannya. Tapi, manusia perlu usaha untuk mendapatkannya. Seandainya si bapak tidak mampu menjemput rizki untuk anak-anaknya, dengan apa dia akan menghidupi keluarganya?

2. Tidak bisa di tafikkan, banyak orang yang lemah pengetahuannya, apalagi pengetahuan agama. Ketika orang tua tidak siap dengan pengetahuan itu (anggaplah bodoh), bagaimana mereka bisa membesarkan anak-anaknya dan menyiapkan mereka menjadi mujahid dan mujahidah dijalan Allah? Apalagi kalau anaknya banyak, entah menjadi apa mereka?

3. Keluarga berencana menurutku adalah merencanakan keluarga. Mempersiapkan diri. Tidak peduli akan mendapat anak berapa, yang penting kualitasnya. KB dengan semboyannya dua anak lebih baik tidak melarang kita untuk punya anak tiga, empat, lima. Tapi hanya menyarankan. Jika saja hal ini kita tanggapi positif, kita akan berfikir kalau KB, hanyalah usaha sedangkan yang memutuskan adalah Allah semata. Sama kayak kasus ibuku, dari awal sudah ikut KB. Tapi nyatanya, sekarang kami, anak-anak beliau ada lima dan yang penting, beliau bersyukur atas nikmat itu. :)

Yang saya tidak setuju adalah ketika KB dijadikan alasan untuk tidak punya anak lantaran alasan tak berperikemanusiaan seperti 'tetap ingin bebas setelah menikah', 'menganggap anak itu adalah musibah', 'sibuk mengurus dunia sehingga tak punya waktu untuk mengurus anak' dan alasan-alasan lain yang terlalu rendah untuk di kemukakan.



*Maaf, klo ada yang tidak sependapat.... ^^v

Komentar

  1. huaaa cukup menarik...jadi pengen cepet2 ikutan KB (nah loh) hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. eeehhhh, masih kecil juga...baru 20 tahun...tidur sonoh...

      Hapus
  2. setuju kok, soalnya saya yang bilang kalo bapak saya anaknya dua haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaaahhh, ada toni...punten yaaa.... ^^v

      Hapus
    2. teu nanaon, bapak urang milu kb meureun nya hahaha

      Hapus
  3. hahhaha, sebenarnya saya bukan orang sunda, tapi orang padang..jadi gak ngerti apa arti kalimatmu ton...

    BalasHapus
  4. asw..
    KB = Keluarga Besar!!
    nggak stengah2.. ^^

    BalasHapus
  5. Setuju Mbak Atika, artikelnya menarik

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u