Langsung ke konten utama

AKU INGIN MEMBACA

Sebuah sekolah di tepian Danau Maninjau, tempat pertama ku memijak bumi pendidikan, menjelajah ilmu yang akhirnya menghanyutkan ku hingga pulau seberang. SD N 19 Pandan. kini berubah menjadi SD N 17 Pandan. sekolah yang amat sederhana. dulu, jumlah kelasnya hanya ada 5, 1 ruang guru dan kepala sekolah dan 1 perpustakaan. WC nya sudah lama rusak sehingga udah jadi kebiasaan klo mau buang air, harus pergi ke tepian danau. malu? ya gak lah, kan masih kecil...untuk yang udah kelas 4, 5, 6, boleh menggunakan WC guru dalam keadaan terpaksa. :)

sederhana bukan?sesederhana guru dan kehidupan murid2 nya...fasilitas yang ada, ya alhamdulillah lah, ada sebuah lapangan, sebuah tiang bendera dan...apa lagi ya? sepertinya hanya itu.
setiap kali istirahat, lapangan ini, lebih tepatnya halaman sekolah, digunakan untuk olahraga, baik itu basket, kasti, maupun volly. tapi ini hanya khusus untuk anak kelas 4, 5 atau 6...maklum, halamannya relatif kecil sehingga tidak cukup dipakai bersama. 
klo murid laki2 akan bermain di halaman, maka murid perempuan akan bermain kucing-kucingan atau main tali di teras sekolah...pokoknya, hampir semua bagian sekolah  ini di berdayakan untuk sarana istirahat siswa-siswa yang tengah menikmati masa kecilnya- biar gak dibilang Masa Kecil Kurang Bahagia-

aku, yang bertubuh kecil ini, pemalu dan tak terlalu gahol, selalu memilih berkumpul hanya untuk ngobrol, atau diam-diam pergi ke perpustakaan. ya, hampir setiap kali istirahat, aku akan memilih pergi ke perpustakaan. hmm, apakah perpustakaan sekolah ku ini begitu menyenangkan? adakah bukunya lengkap? atau ruangannya sangat nyaman dengan kursi2 yang empuk? tidak, sama sekali tidak. diperpustakaan yang di rangkap jadi ruang UKS ini hanya ada satu rak buku yang berisi hampir semuanya buku pelajaran, juga kaleng2 cat yang ditelungkupkan sebagai kursinya. sangat sederhana. dari perpustakaan ini lah aku belajar membaca buku pertama kali. jadi ceritanya, waktu aku umur 3 tahun, aku ingin sekali membaca. ibu ku agak kewalahan karena tak ada toko buku di daerah kami. dengan kebaikan hati kepala sekolah SD, pak kudri (alm), beliau meminjamkan aku buku cerita yang baru di beli untuk menambah koleksi perpustakaan. klo gak salah bukunya tentang gagak yang kehausan dan menemukan botol air yang tinggal setengah. dengan pintarnya, sang gagak memasukkan batu kedalam botol hingga ia bisa meminum air tsb. waktu iitu, aku benar-benar kagum pada si gagak, aku masih tak habis fikir bagaimana ia bisa punya ide secanggih itu. nah, karena itulah, aku sangat suka senang buku cerita dan hobi membaca.

di perpustakaan sekolah yang sangat sederhana itu, aku menghabiskan 15-30 menit waktu istirahat. mencari buku-buku yang sekiranya berbau fiksi dan membacanya. pernah suatu ketika, klo gak salah waktu aku kelas 4 SD, aku menemukan buku berwarna kuning yang sudah mulai di bolongi rayap. jelas sekali kalau buku itu adalah buku lama. ejaannya saja masih ejaan yang belum di sempurnakan. tj=c, dj=j, oe=u, j=y, seperti itu lah. tapi aku masih bisa memaami isi buku tersebut karena sebelumnya ibu pernah mengajariku tentang ejaan lama. ternyata, isi buku itu adalah kumpulan cerita rakyat nusantara. ada banyak. dan ceritanya unik-unik, belum pernah ku baca sebelumnya.tapi kebanyakan, ceritanya berlatar kerajaan. waktu itu, aku sungguh senang. seolah menemukan harta karun terpendam. karena sangat sayang, buku itu ku simpan di loteng atap sekolah (dulu  aku kan bisa manjat...hehehe) tapi ternyata, pas ada perbaikan atap, buku itu raib entah kemana.

yup, sekarang aku udah jadi mahasiswa, harusnya, lebih banyaak buku yang aku baca, juga harusnya lebih bervariasi. tapi sayang nya, hingga saat ini aku cuma hobi baca buku fiksi terlebih novel... sempat, waktu TPB aku menghabiskan uang total 800.000 untuk beli novel, sayangnya, novel itu di pinjam teman dan hilang...tapi sampai saat ini,aku masih ingin membaca...apalagi fiksi sejarah dan konspirasi...

AKU INGIN MEMBACA
pondok assalamah, 22:11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u