Langsung ke konten utama

bidadariku, ada apa?




bukan bidadari sungguhan


rindu ku torehkan lagi sebuah cerita disini..meski sebagian orang berfikir itu tak penting dan sungguh tak menarik.
biarlah

kali ini, izinkan aku bercerita tentang dia, seorang bidadari..

bidadariku kini sedang dalam masalah,
dia memang tak pernah mengatakannya, karena bidadariku itu kuat.
ia tak pernah mengeluh, dihadapanku.

ia, bidadariku yang begitu anggun berkerudung putih, hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, pun lesung pipinya yang menawan. aku sungguh terpesona dan kadang berfikir, hidup seperti apa yang berani jahat padanya?

ah tidak, baginya, tak ada yang jahat. ini hanya skenario terbaik yang harus dijalani. 'Terbaik', ketika kita mampu bersyukur. ya, seperti dia yang selalu tersenyum. tapi belakangan, aku rasakan ada yang beda, senyum itu, meski selalu mengembang, tapi tak setegar dahulu. kata-kata itu, tak sesemangat ketika ia membacakan puisi di panggung. dia kini berbeda, kawan.

kemarin aku angkat suara, bertanya, 'ada apa?'
dia hanya tersenyum, dengan senyum yang tetap tulus.
aku berkata, 'ayo cerita!'
dia kembali tersenyum, dengan senyum yang masih manis.

aku tak ingin memaksa, sungguh. karena aku selalu percaya, dia akan cerita ketika ia butuh, ketika ia berkata,'aku ingin'..
aku hanya takut, ketika akhirnya bidadariku bicara, aku telah terlalu lemah untuk memberinya bahu penyangga. aku takut, ketika bidadariku bersuara, aku kehabisan tissu untuk menghapus air matanya (atau air mataku?)
aku takut sungguh, nantinya aku tak mampu berbuat apa-apa...

teruntuk bdadariku yang masih tanpa kata-kata..

Komentar

  1. beruntung sang peri mempunyai bidadari.. iringi ia kemanapun ia pergi. Sayapnya kan membawamu terbang tinggi. hingga nanti kau kan mengetahui, keteguhan hati sang bidadari.. =)

    BalasHapus
  2. maaf, kok bisa tau, klo cerita ini tentang 'peri' dan 'bidadari'? pun tentang sayap patah sang peri?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u