Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan.
Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi.
Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun,pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.
Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik untuk bertemu embun di ujung waktu.
###
Dari tangisan rumput pagi ini aku belajar. Bahwa embun adalah kebahagiaan. Datang dan Pergi. Hilang dan Menghampiri. Meski sebentar, keberadaannya selalu meninggalkan kesan. Membuatku selalu memanjatkan doa agar dipertemukan kembali, meski sesaat dari waktu hidup yang kujalani. Dan ia begitu tepat janji, berbaik hati menyapa ketika pagi masih teramat muda. Kebahagiaan yang sederhana, yang dinanti, yang dirindui.
~Bahwa, setelah kesusahan, ada kemudahan~
Komentar
Posting Komentar