Langsung ke konten utama

campuran Emosi+ Marah+ Sedih= Gemetar

apa yang salah dengan hari ini?
ketika serta merta tulisan itu ku baca.
baginya mungkin itu biasa.
bahkan mereka ada yang tertawa.

tapi aku gemetar.
dia malah menangis.
yang satunya angkat bersuara.

salahkah itu semua?
jika ini menyangkut cinta, kebanggaan, teladan, junjungan.
Ia yang agung namanya di mata Tuhan.
Ia yang semesta pun tak memungkiri keistimewaannya.
dan bukankah, ia adalah SURI TAULADAN YANG PALING BAIK.

Lantas mengapa, dia dengan berani meletakkan namanya di bagian pengecualian?
tidakkah ada harganya? Tidak kah pantas ia jadi idola? KENAPA HARUS IA, BUKAN YANG LAIN???

iiiiiiii....nyeseeeeekkkkk bangeeeettt....
ya Allah, itu rasanya pengen nangis.... T_T
kalau bukan karna menghargai dia sebagai teman, mungkin sudah ku robek itu kertas...
tapi toh, setelah diomongkan pun, dia tetap tak merasa bersalah, jangan kan untuk minta maaf...pantaskah ku homati dia sebagai pemimpin?

air mata itu sudah hampir keluar, sesak itu berkumpul di dada. kata-kata, terbata. tubuh ku gemetar...seketika lemas seluruh persendian, kepalaku berdenyut. lengkaplah.

tapi apa yang dia kata? tentang uang? ganti rugi fotocopian? Astagfirullah...
ingin ku maki dia.
tapi tidak, bukan begitu ajaran yang ku terima selama ini.

hik..hik..hik..


untuk dia yang belum mengerti, untuk dia yang menyepelekan, untuk aku yang emosian, untuk teman-temanku yang sedih hatinya. Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus Ya Allah...Kuatkan Hati-Hati Kami Dalam Kebenaran....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u