Langsung ke konten utama

Hujan Dalam Kisahku

Selasa, 25 Oktober 2011
ada dua musim yang melanda kampusku minggu-minggu ini. musim ujian dan musim hujan..dua-duanya sama-sama musim yang dinanti, tapi kadang juga jadi musim yang dibenci...
ini ujian pertama bagiku di departemen agronomi hortikultura, ujian yang entah kenapa kurang terasa greret nya untukku. bukan karena aku sombong, tapi memang minggu-minggu ini aku gak terlalu minat untuk belajar.
buktinya, tadi pagi ketika lita bikin status pengen nonton film di Elos, aku langsung meng-hayo-kan..padahal, besok tu masih ada ujian...alasannya sih untuk menghibur diri.
jadilah, jam sebelas kami berangkat kesana. nyampe jam dua belas, kami langsung beli tiket dan shalat zuhur.
(dipotong aja ya..) film yang menurutku bagus itu berakhir jam 14.18...kami tak hendak beranjak dulu dari sana, pengen mampir di gramedia...liat-liat buku, eh novel deh lebih tepatnya...bolak-balik, buka-buka, baca dikit hingga di putuskan, aku membeli novel '99 Cahaya di Langit Eropa' dan lita beli novel '...dan hujan pun berhenti..' karena harga buku itu diatas 100.000, kami mendapat satu buku gratis, ku pilih buku ' I believe Ican fly!' (abis, pilihannya dikit n gak ada yang novel sih...)
setelah puas, kami mualai melangkahkan kaki menuju pintu keluar,tujuannya sih nyari makan. tapi begitu nyampe pintu, hujan mulai turun rintik-rintik..orang-orang disekitar berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. untung lita si anak bogor bawa payung, jadinya kami gak kehujanan..tapi tiba-tiba hujannya makin deras, payungnya gak bisa melindungi kami dari titik-titik hujan.

"huaaa, basaahh..."
"sabar sayang.. kan mau ngapus dosa pake air hujaan..."  :)
ya, begitulah, hingga kami akhirnya terdampar di sebuah warung bakso..sedangkan hujan, turun semakin deras...
"aku suka hujan, awalnya sih dari kelas dua SMA. aku kenal sama seorang teman yang sama-sama suka hujan. trus dia nyaranin aku buat baca novel ini, mi". cerita lita sambil menunjuk novel yang tadi ia beli.
" aku juga suka keluar rumah, klo hari udah mendung, gimanaa gitu rasanya..."

ah, mendengar lita bercerita tentang hujan, aku teringat dengan kisah-kisahku sebelum datang ke bogor ini. AKU JUGA SUKA HUJAN...

hujan bagiku adalah sahabat.. yang selalu menutupi air mataku ketika menangis..yang membiarkan ku tertawa lepas, saatku bahagia... dalam hidupku, hujan menjelma menjadi seorang gadis cantik berkerudung lebar, yang dewasa dan menenangkan. ia lah Ulya..sahabatku..dan KAMI, SUKA HUJAN...
entah sejak kapan kami suka hujan-hujanan...tapi yang pasti, semua itu dimulai dengan alasan sederhana, kami tak punya payung.. sepulang sekolah, ketika teman-teman yang lain menunggu hujan berhenti, kami berlari berpegangan tangan menerobos bulir-bulir hujan yang tercurah dari langit. basah, pasti...tapi kami sungguh bahagia..
pernah suatu hari, aku difitnahh temanku...aku dituduh menyebarkan gosip kalau guruku pacaran dengan murid.. aku dipanggil ke kantor, menghadap guru tersebut.. di ruangan yang penuh dengan guru-guru, bapak itu menanyaiku, mengintrogasiku lebih tepatnya. aku terus menyangkal, tapi si bapak seolah tak percaya. hingga aku pamit meskipun si bapak belum mempersilahkan aku untuk pergi. aku sungguh malu...malu...meskipun aku bukan murid yang luar biasa, tapi setidaknya semua guru-guru diruangan itu mengenalku, mengenalku sebagai anak baik-baik. entah apa yang mereka pikirkan saat itu tentangku. aku berlari keluar ruangan. menutupi wajhku dengan kedua tangan. ya, aku menangis... disaat bersamaan, hujan turun dengan derasnya...aku berlari...menagis disela-sela rinai hujan yang membasahi bumi...hujan itu seolah mengerti kesedihanku..hingga aku sadari, 'buat apa menangis? toh aku gak salah'...begitulah, dimenit selannjutnya, ku coba menikmati hujan yang mulai membuatku kedinginan dan membasahi buku-bukuku di dalam tas..ah, biarlah, setidaknya hujan telah membantu melegakan perasaanku.

tapi, hujan juga tak selamanya membawa kebahagiaan untuk ku. april 2010. malam sebelum pengumuman kelulusan UN untuk tingkat SMA.. aku ingat betul, waktu itu pukul 16.00. angin bertiup dengan kencang, di tingkahi cahaya kilat dan gemuruh suara guruh. lalu disusul guyuran hujan yang sangat deras..mencekam, satu-satunya kata yang tepat menggambarkan suasana saat itu. aku dan adik-adikku berkumpul diruang tamu, memandang keluar jendela, berharap hujan akan segera berhenti..tapi hingga menjelang magrib, hujan tak kunjung reda. malahan, suara air bah di kali yang tidak jauh dari rumahku semakin bertambah besar.. dari arah gunung, mulai terdengar longsor...sebagai antisipasi, kami memasukkan pakaian ke dalam tas. kami takut hal buruuk akan terjadi..setelah kami berkemas, ternyata hujan turuun semakin deras, suara air bah telah mengalahkan suara teriakan kami di dalam rumah.. air besar mengalir memenuhi halamanku, bahkan sudah mulai masuk lewat sela-sela pintu...ayah menyuruh kami keluar, mengungsi ke rumah tetangga yang berada agak ketinggian.. ketika ibu hendak mengunci pintu, air bah datang menghantam beliau, hingga hampir menyeret ibu, kami berteriak panik. untung ibu masih bisa berpegangan pada kayu yang tak jauh dari tempat itu...kalau tidak....
malam itu, longsor telah memporak-porandakan kampungku..meninggalkan trauma dan ketakutan-ketakutan..saat itulah,aku mulai membenci hujan..

bahkan menjelang kepergian ku ke bogor, hujan masih menorehkan kesedihan...sore itu, aku dan ulya berdiri di pinggir danau maninjau, memandang hamparan air yang di permainkan oleh angin...kami diam..hanya diam..cukup mengerti apa yang akan terjadi. perpisahan. beberapa hari lagi, aku akan meninggalkan kampung halaman ku..berpisah sementara dengan barisan bukit yang mengengelilingi danau maninjau..meninggalkna ulya dan sejuta kenangan kami bersama hujan...

entahlah, 
hujan bagiku adalah kebahagiaan
hujan bagiku adalah ketakutan
ia terangkum dalam berjuta kisah dihidupku...




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u