Langsung ke konten utama

Biarkan Aku Jadi 'Mami' Selamanyaaa

umurku 19 tahun ketika itu. ketika empat orang cewek cantik memanggilku dengan sebutan baru. baru, karena diantara panggilanku selama ini yang cukup banyak, baru kali ini aku merasa tersanjung dan mendapatkan sebuah rasa berbeda. 'MAMI'

diperjalanan usiaku yang ke 20 tahun, banyak cerita yang kuhabiskan dengan mereka. pernah ada yang bertanya, 'apaa aja sih yang kamu bicarakan jika bertemu mereka?' saat itu, aku terdiam, aku bingung. bingung bukan karena tak tahu, tapi karena terlalu banyak jawaban. bayangkan saja, dibingkai dengan sifat kami yang kekanak-kanakan dan heboh, rasanya segala urusan sudah kami bicarakan. meski dalam hal ini, kami tetap punya batasan, privasi.

tak terhitung sudah berapa detik, menit, juga jam yang ku lewatkan bersama mereka. melewati masa-masa ababil yang menyenangkan. hari-hari yang diisi gelak tawa, juga curhatan penuh kegalauan. makan bareng, jalan bareng, belajar bareng.

kini, semuanya jauh. benar-benar berjauhan fisik meski tidak berjauhan hati. maklum juga, karena tempat kuliah kami letaknya berjauhan. belum lagi tugas  kuliah dan praktikum yang menyita banyak waktu.
meski begitu, kami selalu berusaha menyempatkan diri untuk berkumpul.

kemarin malam, sebuah tautan muncul di kronologiku. dari puput. aku terharu, aku meneteskan air mata. tak mampu berkata-kata membaca isi tautan itu. romantiiisss bannget. lebih romantis dari marwan yang membawa sejuta mawar untuk pacarnya. aku yang kini mengerti, apa arti mami bagi mereka. bunga mawar yang sengaja disimpan. wah, sungguh indah ukhwah ini. ukhwah yang suci yang membawa kami belajar mendekati Allah Yang Maha Suci.

ku ceritakan kisah kami pada teman-temanku, pada keluargaku, selalu, mereka berkomentar 'waaahh, indah sekali kisah kalian..'
mamang indah, dan akan selalu indah..
andai nanti, kami dipisahkan takdir, ku mohon Tuhan, biarkan aku jadi 'mami' mereka selamanyaaa..



meskipun makannya banyak, tapi aku tetap sayaaaangggg mereka.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u