Langsung ke konten utama

...ini aku...yang tengah belajar merangkai kata...

Pernah aku berfikir, ada yang salah dengan diriku.
Ceritaku tak seindah orang lain, tak mampu menggugah rasa atau mengembangkan senyum dibibir pembaca.

Aku hanya membayangkan, tanpa mampu mengungkapkan. Kadang interpretasi dari itu semua adalah kesalahan. Hanya mampu aku pikirkan dan ku nikmati sendiri.

Aku tau aku payah, berlagak seperti seorang cerpenis kehidupan, yang paling pandai merangkai kata. Itu tidak benar. Kalau pun aku ajari dia untuk menulis, aku semangati keinginannya, bukan karena aku lebih. Tapi karena aku ingin tahu. Seberapa besar aku mampu berperan dalam kehidupan orang lain..

Senang rasanya membaca karya-karya generasi muda yang isinya kritis, cerdas dan menginspirasi. Atau bahkan, mampu merubah hidup, baik kehidupannya ataupun kehidupan dunia. Tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati. Seperti kata guruku di FLP, "menulis itu adalah tentang kejujuran. Kejujuran menyampaikan ide, kejujuran mempertanggungjawabkan daya nalar, kejujuran dalam membagi pengetahuan dan rasa". Banyak kandungan positif dari menulis, itupun kalau mau jujur.

Hingga saat ini, aku dan beberapa diantara mereka masih merasa minder untuk menulis. Padahal katanya, kata kak Zaki, ketua FLP Bogor, "menulis itu tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi juga tak sesulit membalikkn telapak kaki". Intinya sih, aksi. Coba dulu.




Dulu, aku tak mengerti, apa itu puisi. Aku juga tak peduli, bagaimana membuat karya tulis. Aku hanya selalu berusaha menuliskan apa yang kurasa, hingga terciptalah sebuah diary. Langkah awalnya memang sederhana.

Tak jarang, aku merasa kehilangan ide, aku kehabisan kata-kata. Aku tak sanggup mengembangkan imajinasi. Lantas berkata, 'Sungguh, aku ini amatiran yang tak berbakat'. Terus apa? banyak cerita yang aku tahan ditengah jalan, tak ku beri penyelesaian. Kini pun, rasanya aku sudah tak punya hasrat untuk melanjutkannya. Mungkin feel nya hanya datang sesaat. Tapi tak apa, toh, aku kan udah mencoba. Meski sayangnya, apa yang aku tulis, tak pernah utuh, tak bisa dinikamati. Lalu, buat apa aku menulis? Hingga saat ini, baru satu alasan yang kutemui, 'karena aku ingin'..

Kisah ku mungkin tidak seindah kisah mereka, juga tak mampu menggugah rasa sang pembaca. Tapi ini aku, yang tengah belajar merangkai kata, menyipta sebuah karya. Tak bermakna mungkin, tapi ini nyata.

SELAMAT MENULIS... ^_^        

Komentar

  1. yg penting banyak membaca dan istiqomah menulis :) insya Allah akan berkembang... dan tiap org pny brandny msg2 :) ada yg kritis, jenaka, syahdu, dll.. smgt! :)

    BalasHapus
  2. ika blm dapat karakter tulisannya mba...masih asal...
    kayaknya perlu belajar nih dari ibu guru mulki...

    BalasHapus
  3. "...saya hanya seorang wanita yang melankolis. paling senang menyendiri dikala sore hari.terlebih setelah hujan, mengintip matahari tenggelam dari sela-sela daun cemara..."
    petikan perkenalanmu di atas aku kira cukup indah, cukup membuat orang berimajinasi menjadi dirimu, dan aku juga yakin kau hanya terhalang kapercayaan diri untuk berkarya. aku pikir kau juga seorang penulis hebat pada masanya nanti. semangat!

    salam kenal, aku idham.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u