Langsung ke konten utama

hmm, kenapa?


hmm, kenapa kawan?
kau pegangi perutmu yang melilit
kau belakangi kenyataan, tak ada apa-apa
kenapa tak cerita?
bukankah kita teman hingga nanti?
ah, kau memang begitu, tak mau merepotkanku
meski aku sungguh mau


hmm, kenapa kawan?
aku merasa kondisimu semakin tidak baik
apa tubuh kian melemah?
kenapa tak cerita?
bukankah dulu kau cukup terbuka?


hmm, kenapa kawan?
kita yang cukup sering bersama,
punya rasa yang sama
merasa sebagai penyusup?
tak apa, asal ada kau dan aku selamanya
kau kawanku apa adanya


hmm, kenapa kawan?
aku merasa sedih bila harus pisah denganmu
tak pantaskah kita tetap bergandeng tangan?
kamu sibuk, aku juga
kita hanya punya satu waktu untuk berkumpul
satu waktu unutk bercerita
atau memang tak ada kesempatan lagi untuk itu?
sungguh, aku tak rela tak bisa melihat tawamu lagi


hmm, kenapa kawan?
bukankah dulu hampir saja?
membingkai elok rupamu yang anggun
membalut lembut tubuhmu yang istimewa
sekarang kau campakkan kemana
apa karena sudah tak ada aku?
ku mohon kawan, kembalilah


hmm, kenapa kawan?
pernahkah kau merasa bosan?
aku ketuk kamarmu untuk mengeluh
aku usik tidurmu dengan masalahku
kadang manjaku keluar, celotehku tak tertahankan
kenapa kau masih diam, tak pernah menegurku
masih bisakah kau bersabar?


hmm, kenapa kawan?
masih saja seperti itu
tak lepas dari jerat pakaian, laki-laki dan cinta?
aku tak akan memaksa
hingga nanti kau sadari aku sudah pergi
bukan meninggalkanmu
menunjukkan, ada aku
kau masih tak butuh dia
tak bisakah kau berubah, sedikit saja?


hmm, kenapa kawan?
aku tak pernah jadi baik untuk kalian
aku terlalu buruk dan hitam
bahkan untuk meminta maaf
ambil posisiku
lepas pergi
mungkin cukup
ku tak bisa kembali
hingga nanti
kau memanggilku
bersama lagi....

Komentar

  1. maafkan aku... bukannya aku melupakanmu dan bukannya aku tak mau lagi berbicara kepadamu (malahan banyak hal yang ingin aku sampaikan kepadamu)... akan tetapi kesibukan ku akan tugas yang banyak saat ini dan akupun tau engkau pasti juga sibuk saat ini.... aku janji jika aku punya waktu luang, aku akan ke tempatmu... mianhamnida, jeongmal mianhe.... bogoshipo nyakkk....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah dengan IPB? (versi tidak serius)

selasa siang, pukul 13.00 kuliah Ilmu Tanaman Pangan pun dimulai. bu Desta membuka laptopnya dan menjelaskan apa saja tanaman pangan di Indonesia. menarik? tentu saja, buktinya aku gak ngantuk atau mencoba untuk ngantuk. 15 menit. buku-buku mulai berayun konstan, menjadi kipas yang diharap memancarkan udara segar. ruangan yang lumayan besar ini memang penuh berisi orang. tentu saja, tiap-tiap mereka mengeluarkan panas tubuhnya. jadilah, suasana semakin panas. sebenarnya aku yang duduk nomor dua dari depan tidak terlalu merasa gerah, hanya saja, ketika bu Desta mulai angkat suara tentang kondisi ruangan, aku pun jadi ikut gelisah, merasa tak nyaman. 'tolong sebutkan dong, kekurangan apa yang kalian rasakan tentang IPB?' semula, teman-teman yang kurasa udah pada ketiduran spontan menjawab. ada yang bilang,'IPB jauh dari mana-mana bu', 'IPB bangunannya jelek', 'IPB itu kotor bu', 'di IPB susah dapat nilai bagus bu',' kuliah di IPB panas,

12 Februari 2012

Hari ini, 12 Februari 2012. Tepat pukul 9.00 Hp ku berbunyi. Reminder, 'My'...'My' bukan berarti kepunyaanku, ia adalah sebuah nama. Nama yang membuatku iri karna ibadanya. Nama yang membuatku terpacu untuk menyamainya. Nama yang membuatku tenang melihat keanggunannya. Nama yang bergelut dalam ingatanku sebagai sahabat. Tak banyak kata yang dapatku ucap. Tak satupun kado yang dapat ku kirim. Pun peluk hangat tanda bahagia. Hanya doa-doa cinta yang Insyaallah penuh keberkahan untuk dia yang tengah melangkahi umur 19 tahun.Untuk dia yang berlatih menjadi perempuan. Untuk dia yang belajar jadi wanita. Untuk dia, FEBRIA RAHMI..

Perpisahan Embun dan Daun

Sepagi ini, telah ku dengar tangis rerumputan di halaman depan. Ini pasti tentang perpisahan. Lagi-lagi, sang Embun harus melambaikan tangan. Mengucapkan salam. Berlalu seiring waktu, mengantarkan mentari menghangatkan bumi. Sudah kukatakan. Begitulah yang terjadi, berkali-kali, disetiap pagi. Perpisahan Embun dan Daun, pada akhirnya akan berakhir sama. Ketika malam semakin matang, dingin menjalari tiap sudut udara, tetes-tetes air itu menjelma begitu manisnya, menghias ranting, menghias rumput, menghijau bersama daun.  Pertemuan yang singkat, akan segera berakhir, pada kekagumanku yang kesekiankalinya. Tapi tahukah? Meski berpisah adalah kepastian, tapi rumput, daun dan ranting memilih tak bergeming. Mereka terus setia mengeja doa, doa yanga sama dilantunkan setiap harinya. 'Bertemu embun di ujung daun'. Dan kristal pagi itu pun pergi. Maka aku, kembali menyaksikan, tangis pilu rumput di halaman.Ia ikhlas, hanya berharap hari cepat berlalu. Menghitung detik u